KILAS SEJARAH KABUPATEN BANTUL

Bantul memang tak bisa dilepaskan dari sejarah Yogyakarta sebagai kota perjuangan dan sejarah perjuangan Indonesia pada umumnya. Bantul menyimpan banyak kisah kepahlawanan. Antara lain, perlawanan Pangeran Mangkubumi di Ambar Ketawang dan upaya pertahanan Sultan Agung di Pleret. Perjuangan Pangeran Diponegoro di Selarong. Kisah perjuangan pioner penerbangan Indonesia yaitu Adisucipto, pesawat yang ditumpanginya jatuh ditembak Belanda di Desa Ngoto. Sebuah peristiwa yang penting dicatat adalah Perang Gerilya melawan pasukan Belanda yang dipimpin oleh Jenderal Sudirman (1948) yang banyak bergerak di sekitar wilayah Bantul. Wilayah ini pula yang menjadi basis, “Serangan Oemoem 1 Maret” (1949) yang dicetuskan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX.

Tolok awal pembentukan wilayah Kabupaten Bantul adalah perjuangan gigih Pangeran Diponegoro melawan penjajah bermarkas di Selarong sejak tahun 1825 hingga 1830. Seusai meredam perjuangan Diponegoro, Pemeritah Hindia Belanda kemudian membentuk komisi khusus untuk menangani daerah Vortenlanden yang antara lain bertugas menangani pemerintahan daerah Mataram, Pajang, Sokawati, dan Gunung Kidul. Kontrak kasunanan Surakarta dengan Yogyakarta dilakukan baik hal pembagian wilayah maupun pembayaran ongkos perang, penyerahan pemimpin pemberontak, dan pembentukan wilayah administratif.

Tanggal 26 dan 31 Maret 1831 Pemerintah Hindia Belanda dan Sultan Yogyakarta mengadakan kontrak kerja sama tentang pembagian wilayah administratif baru dalam Kasultanan disertai penetapan jabatan kepala wilayahnya. Saat itu Kasultanan Yogyakarta dibagi menjadi tiga kabupaten yaitu Bantulkarang untuk kawasan selatan, Denggung untuk kawasan utara, dan Kalasan untuk kawasan timur. Menindaklanjuti pembagian wilayah baru Kasultanan Yogyakarta, tanggal 20 Juli 1831 atau Rabu Kliwon 10 sapar tahun Dal 1759 (Jawa) secara resmi ditetapkan pembentukan Kabupaten Bantul yang sebelumnya di kenal bernama Bantulkarang. Seorang Nayaka Kasultanan Yogyakarata bernama Raden Tumenggung Mangun Negoro kemudian dipercaya Sri Sultan Hamengkubuwono V untuk memangku jabatan sebagai Bupati Bantul.

Tanggal 20 Juli ini lah yang setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Jadi Kabupaten Bantul. Selain itu tanggal 20 Juli tersebut juga memiliki nilai simbol kepahlawanan dan kekeramatan bagi masyarakat Bantul mengingat Perang Diponegoro dikobarkan tanggal 20 Juli 1825.Pada masa pendudukan Jepang, pemerintahan berdasarkan pada Usamu Seirei nomor 13 sedangkan stadsgemente ordonantie dihapus. Kabupaten memiliki hak mengelola rumah tangga sendiri (otonom).

Kemudian setelah kemerdekaan, pemerintahan ditangani oleh Komite Nasional Daerah untuk melaksanakan UU No 1 tahun 1945. Tetapi di Yogyakarta dan Surakarta undang-undang tersebut tidak diberlakukan hingga dikeluarkannya UU Pokok Pemerintah Daerah No 22 tahun 1948. dan selanjutnya mengacu UU Nomor 15 tahun 1950 yang isinya pembentukan Pemerintahan Daerah Otonom di seluruh Indonesia.

Bupati yang Pernah Memimpin Bantul

Membuka lembaran sejarah Bantul setelah Sri Sultan Hamengku Buwono V mewisuda R.T. Mangku Negoro, yang pada intinya hampir sama dengan membuka perjalanan Bangsa Indonesia pada umumnya. Dari pemerintahan satu Bupati ke Bupati yang lain Bantul terus mengalami perkembangan dan dinamika. Adapun Bupati yang memimpin Kabupaten Bantul yaitu :

1. Raden Tumenggung Mangun Negoro 20 Juli 1831
2. Raden Tumenggung Jayadiningrat 1845 – 1851
3. Raden Tumenggung Tirtonegara 1851 – 1852
4. Raden Tumenggung Nitinegara 1852 – 1855 
5. Raden Tumenggung Danukusuma 1855 – 1878
6. Raden Tumenggung Djojowinoto 1878 –
7. Raden Tumenggung Djojodipuro 1878 – 
8. Raden Tumenggung Surjokusumo –
9. Raden Tumenggung Mangunyudo 1899 – 1913
10. K.R.T. Purbadiningrat 1913 – 1918
11. K.R.T. Dirdjokusumo 1918 – 1943
12. K.R.T. Djojodiningrat 1943 – 1947
13. K.R.T. Tirtadiningrat 1947 – 1951
14. K.R.T. Purwaningrat 1951 – 1955
15. K.R.T. Partaningrat 1955 – 1958
16. K.R.T. Wiraningrat 1958
17. K.R.T. Setyosudono 1958 – 1960
18. K.R.T. Sosrodiningrat 1960 – 1969
19. K.R.T. Prodjohardjono (Pejabat) 1969 – 1970
20. R. Sutomo Mangkusasmito, SH. 1970 – 1980
21. Suheram Partosaputro 1980 – 1985
22. K.R.T. Suryo Padmo Hadiningrat ( Moerwanto Suprapto) 1986 – 1991
23. K.R.T. Yudadiningrat (Sri Roso Sudarmo) 1991 – 1998
24. Drs. H. Kismosukirdo (PJ) 1998 – 1999
25. Drs. HM. Idham Samawi 1999 – 2004
26. Drs. Mujono NA , Desember 2004 – Januari 2005 (Penjabat)
27. Drs. HM. Idham Samawi 2005 – 2010 (Terpilih kembali melalui PILKADA langsung 2005)
28. Hj. Sri Surya Widati 2010 – 2015

29. Sigit Sapto Raharjo 2016 (Penjabat Sementara)

30. Drs. H. Suharsono 2016 – 2020

31. Budi Wibowo, SH, MM 2020 (Penjabat Sementara)
32. H. Abdul Halim Muslih 2021 – sekarang