YOGYAKARTA, DISKOMINFO – Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) DIY Ir. Rony Primanto Hari, MT mengatakan, kasus yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kebanyakan korupsi pengadaan barang/jasa pemerintah. Rony pun mendorong upaya pencegahan korupsi di sekor pengadaan barang/jasa ini. ” Euforia terhadap informasi pengadaan barang dan jasa pemerintah perlu kita respon dengan baik karena mereka berhak untuk mengetahui. Tugas kita memberikan pelayanan informasi sebaik-baiknya. Berdasarkan data KPK, korupsi kebanyakan dari kasus pengadaan barang dan jasa, karena itu masyarakat ingin tahu prosesnya seperti apa. ,” ujar Rony di acara Rapat Kerja Informasi Komunikasi Publik se-DIY di Aula Dinas Kominfo DIY, Rabu (12/2).
Disampaikan bahwa informasi sudah menjadi gaya hidup, tidak boleh ditutup-tutupi. Publik berhak mengetahui informasi yang kita miliki, sehingga mereka berhak memberikan kritik dan saran terhadap kegiatan pemerintahan. Memang tidak semua terbuka, kalau sudah diaudit memang boleh dibuka untuk masyarakat. Diusahakan kalau ada sengketa informasi tidak sampai ke persidangan dengan mediasi yang bagus. Diharapkan PPID Kabupaten/Kota bisa memanfaatkan waktu untuk berdialog dengan narasumber, menggali pengetahuan dan informasi tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Narasumber pertama Suharnanik Listiana, S. Sos, Pegiat Komisi Informasi menjelaskan untuk mengakomodir PPID harapannya ada draft kesepakatan untuk DIK Pengadaan Barang dan Jasa, sehingga perlakuan PBJ ini sama. PBJ menjadi urgen dan euforia, banyak pejabat salah prosedur dan gagal lelang. Laporan hasil pemeriksaan yang telah disampaikan kepada lembaga perwakilan, dinyatakan terbuka untuk umum.
Narasumber kedua Cahyo Widayat, SH, M.Si, Kepala Bagian Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Setda DIY menerangkan bahwa pemahaman badan publik mengenai keterbukaan informasi pengadaan barang dan jasa berbeda-beda. Ada badan publik yang menganggap bahwa informasi tersebut terbuka untuk publik. Sayangnya jumlah badan publik yang menganggap bahwa informasi tersebut tertutup lebih banyak. Tentu saja masing-masing badan publik memiliki argumentasi dan latar belakang dalam mengklasifikasikan informasi menjadi terbuka atau dikecualikan.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2013 tentang Standar Layanan Informasi Publik belum merincikan informasi pengadaan barang dan jasa apa saja yang terbuka atau dikecualikan untuk publik.
Komisi Informasi Pusat harus memasukkan klausul mengenai keterbukaan informasi pengadaan barang dan jasa (sejak perencanaan, pelaksanaan sampai dengan pembayaran) di dalam Standar Layanan Informasi Publik (SLIP). Ini penting untuk menghindari perbedaan penafsiran di kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah atas keterbukaan informasi dan dokumen kontrak pengadaan barang dan jasa.(sri)