YOGYAKARTA, DISKOMINFO – Permohonan informasi yang berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa pemerintah mulai banyak dilakukan masyarakat. Sementara dokumen ini termasuk informasi yang dikecualikan sehingga rawan menimbulkan sengketa informasi. Oleh karena itu Dinas Komunikasi dan Informatika Daerah istimewa Yogyakarta memandang perlu untuk mengadakan sinkronisasi dan koordinasi antar Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di Kabupaten/Kota dalam Rapat Kerja Informasi Komunikasi Publik se-DIY di Aula Dinas Komunikasi dan Informatika DIY, Jum’at (22/11).
PPID Utama Kabupaten hadir memenuhi undangan rapat kerja tersebut. Rapat dipimpin oleh Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika DIY Ir. Rony Primanto Hari, MT dengan menghadirkan narasumber Kepala Bagian Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, Biro Pengembangan Infrastruktur Wilayah dan Pembiayaan Pembangunan Setda DIY Cahyo Widayat, SH, M. Si dan Suharnanik Listiana, S. Sos, Komisioner Bidang Advokasi, Sosialisasi dan Edukasi Komisi Informasi Daerah (KID) DIY.
Dalam sambutannya Kepala Dinas Kominfo DIY menyampaikan bahwa kabar gembira bahwa dalam Penganugerahan Keterbukaan Informasi Publik tahun 2019 ini DIY naik 2 (dua) level dari tahun kemarin yaitu dari kurang informatif menjadi menuju informatif. Untuk diketahui bahwa keterbukaan informasi publik dibagi dalam 5 (lima) level yaitu : Level 1 Informatif nilai diatas 90 – 100, Level 2 menuju informatif nilai 80 – 89,9, Level 3 Cukup Informatif nilai 60-79,9, Level 4 Kurang Informatif nilai 40-59,9 dan Level 5 Tidak Informatif dengan nilai kurang dari 39,9. “Mereka yang menang membuat Daftar Informasi yang Dikecualikan (DIK) tidak banyak, artinya yang tidak boleh dibuka sedikit. Contohnya Provinsi Jawa Tengah sangat terbuka termasuk Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) dapat diakses oleh masyarakat luas. Saat presentasi minimal Sekretaris Daerah sangat mempengaruhi penilaian,” jelas Rony.
Narasumber pertama Cahya Widayat memaparkan tentang prosedur dan dokumen pengadaan barang/jasa pemerintah di era keterbukaan informasi. “Pengadaan barang dan jasa pemerintah semua harus ada dokumentasinya. Antara Rencana Kebutuhan Barang Milik daerah (RKBMD) dengan DPA harus sesuai. Pengadaan yang tidak tercantum dalam RKBMD akan menjadi masalah. Melaksanakan Pengadaan Barang Jasa harus sesuai peraturan perundangan supaya tidak takut atau khawatir kalau dokumen harus dibuka, bila dikecualikan alasan pengecualiaannya harus jelas,” pesan Cahyo.
Sementara itu Nanik Listiana dari KID DIY menjelaskan bahwa koteks kebijakan layanan publik pengadaan barang dan jasa berbeda dengan yang lain, karena ada yang menang dan ada yang kalah. “Apabila sudah diserahterimakan menjadi informasi yang terbuka, “ tegas Nanik. Materi ini masih akan dibahas selanjutnya pada pertemuan Forum Komunikasi PPID DIY di Kabupaten Gunung Kidul yang akan datang. (sri)